Salinan Teks Pidato Presiden SBY Pada Peringatan HUT RI Ke-69
Salinan teks pidato Presiden SBY pada Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia Ke-69
Berikut ini adalah pidato lengkap Presiden SBY :
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,
Yang saya hormati, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara,
Yang Mulia para Duta Besar Negara-Negara Sahabat, dan para Pimpinan Perwakilan Badan dan Organisasi Internasional,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Mengawali pidato ini, saya mengajak hadirin sekalian, untuk sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya,kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan insya Allah kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengab-dian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara tercinta.
Kita juga bersyukur, pada hari yang istimewa ini, kita dapat menghadiri Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun ke-69 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Masih dalam suasana Idul Fitri, pada kesempatan yang membahagiakan ini, saya ingin menyampaikan ucapan Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1435 Hijriyah kepada kaum muslimin dan muslimat di seluruh tanah air. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mohon maaf atas segala kekhilafan dalam mengemban amanat rakyat selama ini.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pidato kenegaraan kali ini akan dilanjutkan siang nanti, dengan Pidato Pengantar RAPBN Tahun Anggaran 2015 beserta Nota Keuangannya. Kedua pidato yang saya sampaikan di depan para wakil rakyat dan wakil daerah hari ini, sesungguhnya juga saya tujukan kepada seluruh rakyat Indonesia di mana pun berada.
Saudara-saudara,
Sebentar lagi, seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, akan dengan penuh suka cita merayakan proklamasi ke-merdekaan bangsa Indonesia, sebuah peristiwa yang amat ber-sejarah. Melalui proklamasi yang sederhana dan singkat, dari Jalan Pegangsaan, para pendiri bangsa mengobarkan suatu revolusi kemerdekaan yang menginspirasi bangsa-bangsa lain, melahirkan Republik besar di Asia, dan membuka sejarah Indonesia modern.
Sepanjang masa, Generasi-45 akan dikenang sebagai generasi emas yang mengubah nasib bangsa dengan semangat perjuangan, pengabdian dan pengorbanan yang luar biasa. Etos inilah yang harus selalu kita dan semua anak cucu kita tauladani bersama.
Setelah 69 tahun merdeka, saya yakin para pendiri bangsa akan bersyukur dan bergembira melihat transformasi bangsa Indonesia di abad-21.
Dari bangsa yang sewaktu merdeka sebagian besar penduduk-nya buta huruf, rakyat Indonesia kini mempunyai sistem pendidikan yang kuat dan luas, yang mencakup lebih dari 200 ribu sekolah, 3 juta guru dan 50 juta siswa.
Dari bangsa yang tadinya terbelakang di Asia, Indonesia telah naik menjadi middle-income country, menempati posisi ekonomi ke-16 terbesar dunia, dan bahkan menurut Bank Dunia telah masuk dalam 10 besar ekonomi dunia jika dihitung dari purchasing power parity.
Dari bangsa yang seluruh penduduknya miskin di tahun 1945, Indonesia di abad ke-21 mempunyai kelas menengah terbesar di Asia Tenggara – dan salah satu negara dengan pertumbuhan kelas menengah yang tercepat di Asia.
Dari bangsa yang kerap jatuh bangun diterpa badai politik dan ekonomi, kita telah berhasil mengkonsolidasikan diri menjadi demokrasi ketiga terbesar di dunia.
Pendek kata, setelah hampir 7 dekade merdeka, Indonesia di abad ke-21 terus tumbuh menjadi bangsa yang semakin bersatu, semakin damai, semakin makmur, dan semakin demokratis.
Kita mengatakan semua capaian ini tidak untuk berpuas diri atau menepuk dada. Kita mengatakan ini untuk mengingatkan diri bahwa semua ini berawal dari revolusi 1945 yang dirintis para pendiri republik. Perjalanan kita sebagai bangsa sudah cukup panjang, dan terlepas dari berbagai permasalahan yang masih ada, serta segala kekurangan kita, sejarah menunjukkan bahwa perjuangan dan kerja keras bangsa Indonesia selama ini telah mengangkat derajat bangsa kita ke tingkat yang lebih tinggi.
Semua hal yang kita capai sebagai bangsa sebenarnya bukan monopoli siapapun. Semua itu adalah kulminasi gabungan dari sumbangsih dan kerja keras seluruh generasi, dari era Presiden Soekarno, era Presiden Suharto, era Presiden B.J. Habibie, era Presiden Abdurrachman Wahid, era Presiden Megawati Soekarno-putri, hingga era saya saat ini. Insya Allah, ke depan, akan dilanjutkan di era Presiden Indonesia ke-7 dan Presiden-Presiden berikutnya.
Sebagai bangsa yang menghargai apa yang telah dilakukan oleh para pendahulunya, kita jangan sekali-kali menganggap remeh capaian bangsa ini. Kita bisa melihat sendiri penderitaan luar biasa yang dialami saudara-saudara kita di Gaza sekarang dan banyak negara di Timur Tengah. Tragedi Palestina yang masih berlangsung hingga detik ini mengingatkan bangsa kita betapa mahalnya harga kemerdekaan, persatuan dan perdamaian.
Saudara-saudara,
Masih segar dalam ingatan saya, lima tahun lalu, tepat pada tanggal 20 Oktober 2009, saya menyampaikan kebijakan dasar dan program pemerintahan lima tahun ke depan yang dititik beratkan pada tiga agenda utama, yakni pembangunan demokrasi, penegakan keadilan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Tiga agenda besar ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan justru saling mendukung. Demokrasi tanpa keadilan adalah sesat. Keadilan tanpa kesejahteraan adalah semu. Kesejahteraan tanpa demokrasi adalah timpang.
Kita patut bersyukur bahwa, sejak bergulirnya reformasi, demokrasi kita terus tumbuh semakin kuat. Sebenarnya, dalam konteks realitas dunia sekarang, ini merupakan hal yang langka terjadi. Di berbagai belahan dunia, kita melihat berbagai contoh tran-sisi demokrasi yang mengalami stagnasi, menjadi layu dan bahkan akhirnya runtuh. Dunia juga bertaburan dengan contoh transisi demokrasi yang kerap dirundung konflik, instabilitas dan kemundur-an ekonomi. Jelas, transisi demokrasi adalah suatu proses yang penuh risiko dan tantangan.
Alhamdulillah, dengan ridho Allah SWT, dan dengan kerja keras kita semua, pembangunan demokrasi kita berjalan relatif baik. Dalam 15 tahun terakhir, kita telah 4 kali melakukan pemilu secara teratur dan damai. Dan dalam 15 tahun terakhir, kita telah 4 kali mengalami pergantian Pemerintah secara konstitusional dan damai pula.
Generasi kita juga telah mengukir sejarah : dalam beberapa tahun ini, untuk pertama kalinya, seluruh pemimpin daerah dari gubernur, bupati, walikota dan anggota DPRD telah dipilih langsung oleh rakyat. Ini telah mengubah total budaya dan dinamika politik Indonesia. Kita bersyukur, transformasi besar ini dapat kita capai secara damai tanpa gejolak politik yang sangat mengganggu.
Di tahun 2014 ini – yang banyak disebut sebagai “tahun politik” — bangsa kita untuk keempat kalinya sejak era reformasi kembali melaksanakan pemilihan umum. Tanggal 9 April, lebih dari 139 juta rakyat Indonesia berbondong-bondong memilih para wakil rakyat yang akan duduk di lembaga-lembaga legislatif. Dan tanggal 9 Juli, hampir 135 juta rakyat Indonesia menentukan pilihan pada dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, yakni pasangan nomor urut 1 Bapak Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Bapak Hatta Rajasa, dan pasangan nomor urut 2 Bapak Joko Widodo yang berpasangan dengan Bapak Jusuf Kalla.
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak. Saat ini, kita masih menunggu proses akhir dari gugatan yang diajukan oleh pasangan Prabowo-Hatta kepada Mahkamah Konstitusi.
Yang penting, marilah kita semua bekerja sama untuk terus mengawal proses ini agar berlangsung secara konstitusional dan damai, serta selalu mengedepankan kepentingan dan masa depan rakyat Indonesia. Sama seperti sebelumnya, proses pemilu 2014 ini harus benar-benar menyuarakan nurani rakyat, dan bukan semata pertarungan elit politik. Saya yakin inilah yang paling diharapkan oleh rakyat kita pada saat ini.
Perjalanan bangsa Indonesia kini ditandai oleh politik yang stabil, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, dan persatuan nasional yang semakin kokoh. Marilah kita terus jaga modal besar ini, agar dapat terus dinikmati generasi penerus.
Dalam kehidupan bernegara, satu hal yang perlu terus kita pelihara adalah kualitas demokrasi. Disini perlu kita bedakan antara demokrasi prosedural dan demokrasi substantif. Sekalipun berbeda namun keduanya sama pentingnya. Memang, demokrasi prosedural – dalam arti pembentukan partai politik, pelaksanaan pemilu dan pembentukan Pemerintah dan Parlemen — tidak otomatis menjamin demokrasi yang berkualitas.
Sementara itu, demokrasi yang berkualitas mempunyai banyak dimensi positif. Misalnya, tampilnya wakil-wakil rakyat yang bersih dan memiliki solusi terhadap masalah bangsa. Pemilihan umum yang menampilkan perdebatan yang bermutu dan persaingan yang sehat. Peran pers yang independen, kritis dan berintegritas. Surut-nya praktik money politics dalam pelaksanaan pemilu. Kecerdasan dan kematangan rakyat dalam memilih wakil-wakil mereka. Tumbuh-nya demokrasi di atas kearifan lokal yang sudah ratusan tahun mewarnai pertumbuhan rakyat kita. Dan terselesaikannya segala per-selisihan dalam pemilu secara damai dan konstitusional. Inilah demokrasi yang tengah kita bangun dan matangkan.
Indikasi terkuat dari demokrasi yang berkualitas adalah sema-kin tumbuhnya kepercayaan dan optimisme masyarakat terhadap sistem demokrasi dan terhadap para pemimpinnya. Semua ini, jika bisa kita capai, akan menjadikan demokrasi Indonesia lebih dari sekedar proses penghitungan suara atau transaksi politik. Melainkan suatu kekuatan sejarah riil yang akan membuat bangsa Indonesia menjadi kuat, jaya dan makmur.
Saudara-saudara,
Demokrasi yang kita bangun akan sia-sia tanpa adanya keadil-an yang benar-benar dirasakan masyarakat. Dari era kolonialisme, era kemerdekaan, era pembangunan, sampai era reformasi, per-juangan rakyat Indonesia adalah perjuangan untuk mendapatkan keadilan. Hal ini secara abadi telah tercantum dalam sila ke-5 dasar negara kita, Pancasila. Kita harus yakin dan percaya, bahwa negara hadir untuk memberikan keadilan — apakah keadilan ekonomi, keadilan sosial, keadilan politik, maupun keadilan hukum. Keadilan untuk semua – justice for all – merupakan komitmen moral, sekali-gus sebagai agenda kerja pemerintahan yang saya pimpin sejak tahun 2009 hingga 2014 ini.
Keadilan akan makin tegak dan kuat apabila supremasi hukum ditegakkan secara konsisten. Karena itulah, kalau di masa lalu, politik pernah menjadi panglima, dan kemudian ekonomi menjadi panglima, maka dalam era reformasi, hukumlah yang kita jadikan panglima. Ini berarti tidak ada satupun warga negara Indonesia yang berada di luar jangkauan hukum atau di atas hukum. Ini juga berarti tidak ada satupun kelompok masyarakat kita yang berhak main hakim sendiri atau memaksakan pendapatnya pada pihak lain.
Penegakan hukum adalah kunci dari upaya pemberantasan korupsi yang menjadi musuh reformasi dan juga merugikan kepen-tingan rakyat. Kini, korupsi telah kita perlakukan sebagai kejahatan luar biasa, yang penanganannya harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa pula.
Berulang kali saya tegaskan, tidak ada yang kebal hukum di negeri ini, dan tidak ada tebang pilih kepada mereka yang melakukan tindak pidana korupsi. Karena itulah, sebagai Presiden, pada periode 2004 – 2012, saya telah menandatangani 176 izin pemeriksaan bagi kepala daerah dan pejabat yang dicurigai melakukan kasus korupsi dan tindak pidana lainnya, tanpa sedikitpun melihat apa jabatannya, apa partai politiknya, dan siapa koneksinya.
Selain itu, pada periode 2004 – 2014, terdapat 277 pejabat negara, baik pusat maupun daerah, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, yang ditangani KPK terkait dengan tindak pidana korupsi, tidak termasuk perkara yang ditangani oleh Polri dan Kejaksaan. Di satu sisi, hal ini mencerminkan gejala buruk bahwa korupsi tetap menjadi tantangan utama dalam kehi-dupan bernegara kita. Namun di lain sisi, hal ini membuktikan bahwa hukum kita mampu menjerat siapapun yang melakukan pelanggaran tanpa pandang bulu. Inilah yang membuat saya optimis bahwa upaya pemberantasan korupsi — jika terus dilaksanakan secara konsisten – akan dapat melahirkan Pemerintahan yang jauh lebih bersih di masa depan.
Karenanya, Pemerintah terus mendukung dan memberikan ruang gerak yang luas bagi KPK untuk memberantas korupsi. Saya juga memberikan apresiasi kepada KPK, Kepolisian, Kejaksaan dan lembaga peradilan yang telah bekerja bersama-sama melakukan penegakan hukum, walaupun diakui bahwa hal ini tidak selalu mudah dilaksanakan di lapangan.
Pemerintah juga giat melakukan pemberantasan mafia peradilan. Tahun 2009 sampai 2011, misalnya, saya telah membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Tugas Satgas ini adalah men-cegah agar jangan sampai hukum diperjualbelikan layaknya suatu komoditi untuk memperkaya oknum-oknum penegak hukum dan pemerintah, dan untuk pula melindungi pelaku kejahatan.
Kita juga telah melahirkan Undang-undang no. 16 tahun 2011 yang bertujuan memberi bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu menyewa pengacara untuk menghadapi pengadilan. Saya masih mendengar adanya sejumlah keluhan mengenai pelaksanaan undang-undang ini, dan karenanya saya mengusulkan untuk menam-bah dana bantuan hukum ini secara signifikan, serta mempermudah proses penarikan dana bagi mereka yang membutuhkannya.
Saya akui, reformasi hukum memang merupakan tantangan yang paling berat. Dan saya berharap agenda reformasi hukum ini akan terus menjadi prioritas utama dalam kehidupan bernegara Indonesia di masa mendatang.
Tentu saja, keadilan bukan saja diukur dari segi hukum, namun juga dari kemampuan kita untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata. Untuk itulah, dalam lima tahun terakhir ini, kita terus mendorong pemerataan pembangunan ke luar Pulau Jawa, sambil tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa-Bali. Kita bangun wilayah-wilayah potensial di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, dan tentu saja Tanah Papua. Inilah makna sesungguhnya dari pembangunan untuk semua—development for all.
Dalam kerangka keadilan pula, sejak tahun 2004 hingga saat ini, pemerintah selalu memberi perhatian yang sungguh-sungguh kepada saudara kita di Aceh dan Papua. Kita bersyukur bahwa sejak perjanjian perdamaian tahun 2005, rakyat Aceh terus hidup damai dalam kerangka otonomi khusus dan dalam bingkai NKRI. Demikian juga di Propinsi Papua dan Papua Barat, kita terus mengisi otonomi khusus dengan percepatan pembangunan, rekonsiliasi politik, kebi-jakan afirmatif dan peningkatan kesejahteraan berbasis sosial-budaya.
Saudara-saudara,
Demokrasi dan keadilan akan hampa tanpa kesejahteraan rakyat. Karenanya, dalam sepuluh tahun terakhir, pemerintah terus gigih mendorong kebijakan pembangunan yang pro-rakyat. Suatu kebijakan pembangunan yang secara bersamaan dapat mendorong pertumbuhan, mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam hal ini, alhamdulillah, kita dapat terus memacu momen-tum pemulihan ekonomi, yang sejak krisis moneter telah dirintis oleh para pendahulu, baik Presiden B.J. Habibie, almarhum Presiden Abdurrachman Wahid maupun Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dalam kaitan itu, selama satu dekade terakhir, kita mencatat bersama beberapa perkembangan positif dalam pembangunan Indonesia.
Pertama, kita dapat menjaga stabilitas dan kondisi makro-ekonomi yang relatif baik, walaupun bangsa kita terus diterpa cobaan, apakah itu dalam bentuk bencana alam maupun krisis moneter global utamanya pada tahun 2008.
Kedua, Indonesia terus mencetak pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Pada periode tahun 2009-2013, secara rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,9 persen. Ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, Eropa dan Jepang pada kurun waktu yang sama. Di semester pertama tahun 2014 ini, ekonomi kita memang mengalami perlambatan menjadi sekitar 5,2 persen. Sungguhpun demikian, diantara negara-negara G-20, kita tetap menempati posisi pertumbuhan tertinggi setelah Tiongkok. Kemampuan kita untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi sangat penting, mengingat dewasa ini cukup banyak negara-negara emerging ekonomi lainnya yang pertumbuhan ekonominya menurun, bahkan sebagian menurun cukup tajam.
Ketiga, utang negara juga kini telah berada dalam situasi yang jauh lebih aman. Utang adalah faktor penting karena berkaitan dengan rasa percaya diri dan harga diri suatu bangsa. Utang juga sering dianggap sebagai ancaman dan stigma yang buruk oleh rakyat Indonesia. Di puncak krisis moneter tahun 1998, rasio utang kita terhadap PDB adalah 85 persen, yang artinya utang kita hampir sama besarnya dengan penghasilan bangsa kita. Dengan susah payah, akhirnya kita berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB kita menjadi sekitar 23 persen. Sekali lagi, ini bukanlah capaian yang boleh diabaikan. Mari kita bandingkan dengan rasio utang terhadap PDB negara-negara maju yang terus tinggi, Jepang 227,2 persen, Amerika Serikat 101,5 persen, atau Jerman 78,4 persen. Dalam hal ini, rasio utang terhadap PDB Indonesia adalah yang terendah diantara negara-negara G-20.
Kita juga telah melunasi utang kita kepada IMF, dan melaku-kannya 4 tahun lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Salah satu momen yang akan selalu saya ingat sebagai Presiden adalah ketika menerima Managing Director IMF di kantor saya, dan waktu itu, justru Indonesia-lah yang balik memberikan masukan bagaimana cara mereformasi IMF. Indonesia tidak lagi menjadi pasien IMF, yang semua kebijakan dan perencanaan ekonominya harus didikte oleh IMF.
Hibah juga bukan lagi faktor penentu dalam pembangunan kita. Kita tetap menerima hibah dari negara sahabat, dan kita hargai sepanjang diberikan dengan itikad baik dan semangat persahabatan. Namun hibah dari dunia internasional kini hanya berjumlah sekitar 0,7 persen dari seluruh anggaran nasional. Ini menandakan bahwa kita telah mencapai kemandirian ekonomi yang makin signifikan.
Keempat, kita juga telah berhasil mencetak sejumlah prestasi ekonomi. Anggaran pembangunan kini mencapai Rp1.842,5 triliun, tertinggi dalam sejarah Indonesia. Cadangan devisa kita saat ini telah mencapai 110,5 miliar dollar Amerika Serikat, setelah sebelum-nya pernah mencapai 124,6 miliar dolar Amerika Serikat yang juga tertinggi dalam sejarah. Volume perdagangan kita dalam 10 tahun terakhir mencapai sekitar 400 miliar dollar, tertinggi dalam sejarah, walaupun belakangan ini kita mengalami penurunan nilai ekspor. Nilai investasi baik dari luar negeri maupun dalam negeri dalam 10 tahun terakhir mencapai Rp2.296,6 triliun, juga tertinggi dalam sejarah. Sementara itu, dalam waktu 9 tahun, pendapatan per kapita rakyat Indonesia meningkat hampir tiga setengah kali lipat dari sekitar Rp10,5 juta tahun 2004 menjadi sekitar Rp36,6 juta pada tahun 2013. Di sini kita juga patut bersyukur karena faktanya, di tengah gejolak dan krisis ekonomi global yang sering terjadi, tidak banyak bangsa di dunia yang bisa melakukan hal ini.
Kelima, Indonesia telah menjadi anggota G-20. Ini menandakan bahwa posisi Indonesia dalam peta ekonomi dunia sudah jauh berubah. G-20 di abad ke-21 telah menjadi forum utama untuk melakukan kerja sama ekonomi internasional. Dalam forum itu, kita berdiri sejajar dan duduk setara dengan negara-negara maju dan ekonomi besar lainnya. Indonesia tidak lagi melihat proses keputus-an ekonomi dunia dari luar atau di pinggiran, kini kita ikut membuat keputusan ekonomi dunia tersebut dari dalam sebagai anggota G-20. Pendek kata, Indonesia telah menjadi salah satu pemain inti dalam ekonomi internasional. Kita tidak punya alasan menjadi bangsa yang rendah diri, yang gemar menyalahkan dunia atas segala per-masalahan yang terjadi. Kita harus meyakini bahwa Indonesia di abad ke-21 adalah bagian dari solusi dunia.
Namun, sekali lagi, kita tidak boleh berpuas diri dan takabur melihat semua ini. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi bangsa kita masih banyak. Pekerjaan rumah kita tidak sedikit. Salah satu tantangan terbesar kita adalah bagaimana mengubah nasib puluhan juta rakyat Indonesia yang masih hidup di bawah atau di sekitar garis kemiskinan, ke arah yang lebih sejahtera.
Saudara-Saudara,
Sejak awal, saya meyakini bahwa esensi pembangunan adalah pemberdayaan. Dalam semua kegiatan sosial ekonomi yang kita usung, pertanyaan utama yang harus selalu kita jawab adalah : apakah program ini ada manfaat yang riil bagi masyarakat? Karena itulah, Pemerintah tak henti-hentinya melaksanakan kebijakan pro-rakyat secara masif, baik yang berbasis bantuan dan perlindungan sosial, pemberdayaan masyarakat, maupun pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Kebijakan pro-rakyat ini tidak dilakukan secara acak dan setengah hati, namun secara terencana, sistematis dan total.
Pelaksanaan PNPM Mandiri, misalnya, mengalami perkembang-an pesat dan saat ini setidaknya lebih dari seperempat penduduk Indonesia – sekitar 60 juta jiwa — baik di perdesaan maupun di perkotaan telah menikmati manfaat dari program ini, serta menjalani kehidupan ekonomi yang lebih mandiri. Di ribuan lokasi program PNPM, rakyat menentukan sendiri kegiatan ekonomi yang ingin di-lakukannya, menentukan anggaran yang dibutuhkan dari dana PNPM dan mempertanggung-jawabkannya secara akuntabel. Ini adalah contoh konkrit dimana kemitraan antara pemerintah dan masyarakat benar-benar dapat secara riil mengubah nasib rakyat kita. Dari perjalanan saya keliling tanah air, saya selalu mendengar harapan dari masyarakat agar program PNPM ini dapat terus dilanjutkan bahkan ditingkatkan.
Pemerintah juga terus menggiatkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), mengingat akses finansial adalah salah satu senjata paling ampuh melawan kemiskinan. Kita ingin agar program ini semakin diperluas dan mudah diakses rakyat. Kita terus memperbaiki pola penyaluran KUR, dan jumlah bank penyalur KUR terus ditambah dari semula 6 bank menjadi 33 bank. Sehingga jangkauan kredit yang disalurkan kepada UMKM dan koperasi juga terus meningkat. Selama tujuh tahun terakhir penyaluran KUR telah mencapai lebih dari Rp150 triliun dan diterima oleh sekitar 11 juta debitur, dengan tingkat kredit macet atau Non-Performing Loan hanya sebesar 4 persen. Ini bukti yang nyata bahwa jika rakyat kita mendapatkan peluang dan bantuan untuk mengubah nasibnya, maka mereka akan berusaha keras untuk tidak menyia-nyiakan kepercayaan tersebut.
Program lain untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat adalah Program Keluarga Harapan. Program ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia, utamanya melalui pendidikan dan kesehatan, pada kelompok masyarakat sangat miskin. Lebih dari 3 juta keluarga sangat miskin di 318 kabupaten dan kota telah terbantu oleh program ini.
Satu hal yang menggembirakan kita semua, di akhir masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua ini, melalui dukung-an penuh wakil rakyat di DPR RI dan DPD RI, telah diundangkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya, dana yang akan diterima setiap desa diperkirakan rata-rata akan mencapai sekitar satu miliar rupiah per tahun. Ini adalah suatu kebijakan nyata yang bila dilakukan dengan perencanaan yang baik dan pelaksanaan yang akuntabel, akan dapat mendorong peningkat-an produktifitas di 72.944 desa di seluruh Indonesia.
Saudara-saudara, pemenang Nobel bidang ekonomi Profesor Amartya Sen pernah menyatakan, syarat mutlak kemajuan suatu bangsa terletak di sektor pendidikan dan kesehatan. Karena itulah, sejak awal, pendidikan dan kesehatan terus menempati prioritas ter-tinggi dalam kebijakan dan program pemerintah. Pendidikan bukan sekedar urusan mengirim anak-anak kita ke sekolah. Pendidikan adalah cara yang paling tepat untuk memberantas kemiskinan, memperluas kelas menengah dan membangun Indonesia modern di abad ke-21.
Kita bersyukur bahwa sesuai mandat Konstitusi, anggaran pendidikan kita telah mencapai 20 persen lebih dari APBN. Namun kita juga harus mengingat bahwa penambahan anggaran saja tidak otomatis menjamin suksesnya pendidikan. Yang penting, akses dan kualitas pendidikan harus terus terjamin di semua tingkatan.
Satu masalah besar yang selama ini kita hadapi adalah banyaknya anak-anak dari keluarga miskin yang cerdas namun tidak mampu masuk perguruan tinggi. Untuk itu, Pemerintah telah me-luncurkan program inovatif Bidikmisi yang memberikan uang kuliah gratis, ditambah dengan uang saku, sekitar Rp600.000 per bulan. Sampai saat ini, sudah lebih dari 220.000 siswa yang masuk dalam program Bidikmisi, dan umumnya mereka berhasil meraih prestasi akademis dan non-akademis yang mengagumkan. Tidak jarang diantara mereka yang lulus dengan predikat cumlaude, bahkan dengan IPK sempurna 4. Saya sempat terharu mendengar cerita anak pengemudi becak bernama Raeni yang ikut Bidikmisi dan berhasil lulus dari Universitas Negeri Semarang dengan IPK 3,96.
Kini Pemerintah melalui dana abadi pendidikan, telah menyiap-kan beasiswa bagi mereka untuk melanjutkan ke jenjang S2 dan S3 di dalam maupun di luar negeri. Saya yakin, dalam kurun 5 – 10 tahun mendatang akan lahir ribuan Master dan Doktor, generasi baru dari keluarga miskin. Merekalah yang akan menjadi pemutus mata rantai kemiskinan, pengangkat harkat martabat keluarganya serta pengibar merah putih setinggi-tingginya.
Ini adalah bukti bahwa anak-anak kita, apapun latar-belakang-nya, mempunyai potensi yang luar biasa, asal mereka diberikan kesempatan.
Jangan lupa, dan ini juga merupakan kebanggaan bagi kita semua, bahwa dalam 10 tahun terakhir, anak-anak kita yang bersaing dalam berbagai Olimpiade Internasional telah 217 kali meraih medali emas, 389 kali meraih medali perak, dan 494 kali medali peru-nggu. Siapa bilang anak Indonesia tidak bisa bersaing dan unggul di panggung dunia?
Untuk meningkatkan pemerataan akses dan kualitas pendidik-an, Pemerintah juga melaksanakan program afirmasi. Lulusan-lulusan sekolah menengah yang tinggal di wilayah timur Indonesia, seperti Papua dan Papua Barat dan daerah perbatasan, mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia.
Saya dapat katakan bahwa pemandangan yang paling indah di Indonesia bukan saja gunung tinggi, hutan lebat dan laut biru kita. Pemandangan yang paling indah adalah anak-anak kita yang setiap pagi berjalan ke sekolah dengan seragam yang bersih dan penuh ceria. Kita semua mempunyai kewajiban agar mereka dapat belajar dalam sarana sekolah yang nyaman, bersih dan sehat. Karena itulah, kita terus membangun sekolah baru dan ruang kelas baru, serta merehabilitasi ruang kelas yang sudah rusak. Sejak 2010, melalui program Gerakan Nasional Rehabilitasi Gedung Sekolah telah diperbaiki hampir 300.000 ruang kelas di seluruh Indonesia.
Satu tantangan utama lapangan kerja kita adalah sekitar 49 persen pekerja kita masih berpendidikan SD. Ini membuat mobilitas ekonomi mereka menjadi sangat terbatas, dan berdampak panjang pada produktifitas nasional. Karena itu, saya gembira dapat meng-akhiri masa jabatan saya dengan berjalannya program Pendidikan Menengah Universal sejak tahun 2012. Insya Allah, generasi anak-anak kita akan hidup dalam sistem pendidikan dimana paling sedikit mereka akan mengenyam bukan 6 tahun, bukan 9 tahun namun 12 tahun pendidikan, bahkan kita dorong terus agar mereka bisa menikmati sampai Perguruan Tinggi. Esensinya, kita telah mengubah dan menaikkan program wajib belajar 9 tahun, menjadi wajib belajar 12 tahun.
Satu hal yang juga menggembirakan kita semua adalah jumlah anak-anak kita yang masuk ke perguruan tinggi terus meningkat secara drastis. Tahun 2004, setelah hampir 60 tahun merdeka, hanya 14 dari 100 anak usia 19 sampai 23 tahun yang masuk ke perguruan tinggi. Sejak itu, kita terus mencari dan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan jumlah ini. Hasilnya, kini, dari 100 anak usia 19 tahun, 30 telah masuk ke Perguruan Tinggi, atau 2 kali lipat dari 10 tahun sebelumnya. Ini tentu akan sangat berdampak pada pengem-bangan sumber daya manusia kita sekarang dan di masa mendatang. Inilah modal dasar kita : insan-insan Indonesia yang cerdas, berilmu dan mempunyai keterampilan.
Saudara-saudara, semua ini tidak ada artinya kalau tidak didukung oleh modal kesehatan. Di sini, permasalahannya juga serupa dengan di bidang pendidikan, yakni akses dan kualitas ter-hadap layanan kesehatan secara merata. Di seluruh dunia, termasuk di negara-negara maju, hal ini memang merupakan tantangan zaman. Mereka yang mampu dapat berobat pada dokter yang terbaik, namun mereka yang miskin bila terkena penyakit mematikan, kanker, atau yang sejenis hanya bisa menyerah pada nasib.
Karena itulah, setelah kita menjalankan Program Jaminan Kese-hatan Masyarakat sejak tahun 2005, tahun 2014 menjadi tonggak bersejarah bagi rakyat Indonesia dengan mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Dengan sistem ini, peserta BPJS berhak mendapat pelayanan kesehatan dan pengobatan, apapun penyakit yang dideritanya. Ini merupakan kebijakan publik yang bukan saja inovatif, namun juga revolusioner. Saya sadar betul bahwa implementasi BPJS ke depan akan masih banyak mengalami tantangan – terutama tantangan sumber daya manusia, finansial dan logistik. Namun saya juga yakin, dengan kerja keras kita semua, kita akan dapat mengatasinya demi rakyat kita. Kita patut berbangga karena Indonesia kini memiliki salah satu sistem Jaminan Kesehatan terbesar di dunia. Hingga awal bulan Agustus 2014, BPJS telah memberikan jaminan kesehatan untuk lebih dari 126,4 juta pendu-duk. Kita berharap, dengan upaya yang gigih, pada tahun 2019 jaminan kesehatan akan mencakup seluruh penduduk di seluruh tanah air.
Sumber daya manusia yang cerdas, terampil dan sehat akan menjadi modal utama kita dalam merintis proyek besar pembangun-an Indonesia yang dinamakan Masterplan Percepatan dan Perluas-an Pembangunan Ekonomi Indonesia, atau MP3EI. Indonesia maju di abad-21 tidak bisa hanya berpusat di Jakarta; Indonesia hanya akan maju secara nyata apabila segala potensi dan peluang yang ada di seluruh propinsi, kabupaten, kota dan desa di Indonesia dapat dibangun bersama secara produktif. Kita semua senang melihat Makasar mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari Tiongkok; melihat Kabupaten Badung menjadi lokasi turis utama di Asia; melihat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memangkas angka kemiskinan dari 20 persen menjadi 9 persen hanya dalam waktu 3 tahun; melihat Bandung berambisi membangun Silicon Valley Indonesia; melihat Maluku berikhtiar menjadi lumbung perikanan nasional; melihat Surabaya diakui dunia sebagai salah satu kota percontohan, serta banyak contoh lainnya di seluruh tanah air.
Untuk mempercepat pembangunan antarwilayah, kita telah memulai pembangunan enam koridor ekonomi yang diharapkan dapat menstimulasi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dan klaster-klaster industri di masing-masing koridor, dengan menggali potensi dan keunggulan daerah.
Sejak pemerintah canangkan pada tahun 2011, MP3EI telah merealisasikan lebih dari 382 proyek, yang terdiri dari 208 proyek infrastruktur dan 174 proyek sektor riil, dengan nilai tidak kurang dari Rp854 triliun. Yang menggembirakan adalah mayoritas per-cepatan pembangunan infrastruktur dan sektor riil terjadi di luar Jawa dengan total nilai proyek sebesar Rp544 triliun. Kita bangga melihat berdirinya bandar udara yang megah dan modern di Makassar, Balikpapan, Medan dan Bali – tidak kalah megah dari bandara internasional Soekarno-Hatta. Kita berbesar hati melihat jalan tol atas laut di Bali, jalur kereta api baru dari bandara ke pusat kota Medan, atau jembatan Kelok Sembilan di Sumatera Barat, yang kesemuanya makin memacu kegiatan ekonomi masyarakat.
Namun kita juga harus mengakui bahwa masih banyak tan-tangan infrastruktur kita ke depan. Banyak proyek-proyek infrastruk-tur yang lama terhambat pelaksanaannya– bahkan terhenti — baik karena alasan politik, birokrasi atau logistik. Ini tetap merupakan pekerjaan rumah besar kita, karena tidak mungkin Indonesia menjadi raksasa ekonomi Asia tanpa infrastruktur yang makin lengkap, ber-kualitas dan modern. Dengan MP3EI, kita berharap akan lebih banyak lagi muncul pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan infra-struktur baru di seluruh Indonesia.
Saudara-saudara,
Kita dapat menarik nafas lega karena sejak 2004, angka kemis-kinan terus menurun, walaupun sempat ada masa angka ini mening-kat, khususnya di tahun 2005, karena krisis kenaikan harga minyak di dunia. Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin sekitar 4,5 juta orang. Pada tahun 2009, persentase penduduk miskin masih mencapai 14 persen atau sekitar 32 juta penduduk berada di bawah garis kemis-kinan. Pada bulan Maret 2014, tingkat kemiskinan turun menjadi 11 persen atau sekitar 28 juta penduduk. Walaupun terus menurun, kita tetap tidak puas dengan angka ini, dan kita akan terus berupaya mencapai angka nol kemiskinan absolut di bumi Indonesia.
Namun efektifitas pembangunan nasional tidak semata-mata diukur dari pengentasan kemiskinan. Ukuran lain yang juga penting adalah : pertumbuhan kelas menengah. Sebenarnya, Pemerintah selama ini mempunyai tujuan ganda — twin objective — yakni me-nurunkan secara sistematis dan signifikan angka kemiskinan, dan bersamaan dengan itu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kelas menengah.
Di abad ke-21, saya yakin seyakin-yakinnya bahwa kemajuan Indonesia bukan diukur dari jumlah konglomerat, namun diukur dari jumlah kelas menengah. Kalau jumlah kelas menengah terus membe-sar, berarti kemiskinan otomatis menurun, karena yang masuk menjadi kelas menengah adalah dari golongan miskin yang berhasil mengubah nasibnya – buruh tani yang menjadi pemilik lahan; karyawan yang menjadi manajemen; si miskin yang menjadi pengu-saha, dosen atau pejabat.
Karena itulah, kebijakan pembangunan kita harus terus mendo-rong pertumbuhan kelas menengah. Ini kita lakukan dengan men-jamin kemudahan berbisnis, dengan menganakemaskan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kita, dengan membangun infrastruktur serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai, dan upaya lainnya. Indonesia kini mempunyai kelas menengah yang terbesar di Asia Tenggara. Menurut satu sumber, jumlah kelas menengah di Indonesia bertambah sekitar 8 juta orang per tahun. Kita harus terus menjaga momentum positif ini karena secara global, revolusi besar yang akan kita saksikan di abad ke-21 adalah revolusi transformatif dan kreatif yang akan dimotori oleh kelas menengah.
Dengan segala capaian dan kekurangan kita, pertemuan World Economic Forum di Filipina tahun ini secara terbuka menyatakan bahwa Indonesia beruntung dapat mengalami “golden decade” — dekade emas selama 10 tahun terakhir ini. Ini bukan basa-basi : ini adalah penilaian obyektif dari suatu badan internasional yang inde-penden dan prestisius. Dalam dunia serba labil yang penuh dengan gejolak, Indonesia bersyukur dapat menikmati stabilitas politik, perdamaian, pertumbuhan ekonomi dan kerukunan sosial. Hal ini telah dicatat dan diapresiasi oleh masyarakat dunia, sehingga me-ningkatkan modal politik Indonesia dalam percaturan internasional.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Segala upaya kita untuk menjaga persatuan dan kemakmuran Indonesia akan sangat terbantu apabila situasi internasional juga kondusif terhadap kepentingan kita.
Indonesia telah dan akan terus berpegang teguh pada prinsip politik luar negeri bebas aktif, seraya terus memperjuangkan terwu-judnya keadilan dan perdamaian dunia. Alhamdulillah, sejak era reformasi, reposisi Indonesia di dunia internasional terus berlang-sung. Indonesia telah menjadi kekuatan regional dan sekaligus pe-main global yang disegani.
Di abad ke-21, Indonesia terus membuka dan memperluas ruang gerak diplomasi dengan siapapun sepanjang mendukung kepentingan nasional kita – apa yang dinamakan politik luar negeri ke segala arah (all directions foreign policy) dan sejuta kawan, tanpa satupun lawan (a million friends and zero enemy). Dalam kaitan ini, Indonesia telah membangun kemitraan strategis dengan seluruh negara-negara besar dan sebagian besar emerging powers dunia. Kita juga terus mengupayakan keseimbangan yang dinamis – dynamic equilibrium — di kawasan, sehingga pergeseran geopolitik yang kini sedang terjadi tidak mengakibatkan ketegangan atau konflik baru.
Yang jelas, situasi internasional yang kita hadapi semakin sarat dengan tantangan. Kita prihatin bahwa hubungan antar negara-negara besar yang beberapa tahun belakangan ini berada dalam kondisi stabil dan kooperatif, kini mulai mengarah pada ketegangan baru. Konflik Ukraina berpotensi mengakibatkan ketegangan stra-tegis yang berkelanjutan di Eropa, dan bahkan telah ikut merenggut ratusan korban tidak berdosa, termasuk 14 korban warga negara Indonesia dalam insiden jatuhnya pesawat MH-17. Situasi keaman-an dan politik di Timur Tengah semakin tidak menentu arahnya. Tragedi kemanusiaan di Gaza Palestina masih berlangsung. Dan virus Ebola, kini menjadi ancaman bagi negara manapun mengingat jenisnya yang mematikan.
Bangsa Indonesia harus cerdas mengantisipasi dan menyikapi berbagai perkembangan internasional dewasa ini dengan tetap ber-pegang teguh pada kepentingan nasional.
Di lingkungan terdekat di Asia Tenggara, Indonesia senantiasa berkontribusi pada penguatan ASEAN bagi terciptanya suatu kawas-an yang damai dan sejahtera. Selama lima tahun terakhir ini, terma-suk saat menjadi Ketua ASEAN sepanjang tahun 2011, Indonesia terus mendorong sentralitas ASEAN dalam percaturan kawasan dan peningkatan peran ASEAN dalam menghadapi permasalahan global.
Indonesia terus berkomitmen untuk memastikan kesiapan diri kita sendiri menuju pembentukan Komunitas ASEAN 2015 di ketiga pilar—baik dalam pilar politik dan keamanan, ekonomi, maupun so-sial-budaya. Mengingat semakin dekatnya pembentukan Komunitas ASEAN 2015 yakni 31 Desember 2015, kita harus semakin giat me-nyosialisasikannya kepada seluruh rakyat Indonesia, apakah pengu-saha, buruh, pemerintah daerah, mahasiswa, masyarakat madani, ataupun seniman, agar mereka dapat memahami segala peluang dan tantangan yang ada, dan dapat meraih sebanyak mungkin manfaat dari komunitas bersama 600 juta jiwa ini.
Dalam 10 tahun terakhir, saya terus melaksanakan diplomasi bebas aktif Indonesia agar selalu berorientasi pada peluang, selalu memberikan nilai tambah bagi kepentingan nasional, dan selalu berikhtiar untuk selalu menjadi bagian dari solusi permasalahan dunia.
Dalam konflik di Laut Tiongkok Selatan, Indonesia melalui forum ASEAN dan melalui konsultasi langsung dengan negara ter-kait, terus mendorong penyelesaian secara damai melalui imple-mentasi Declaration on the Conduct serta penyelesaian Code of Conduct di Laut Tiongkok Selatan. Artinya, kita ikut mendorong penyelesaian persengketaan di wilayah itu secara damai.
Di Pasifik Barat Daya, kita telah meningkatkan hubungan per-sahabatan dengan negara-negara pulau di Pasifik, dengan kerangka kebijakan “look east diplomacy”. Saya senang melihat hubungan Indonesia dengan negara-negara yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG), Pacific Island Forum, serta Pacific Island Development Forum yang mengalami peningkatan yang signifikan.
Di kawasan Asia, Indonesia terus mendorong Indo-Pacific Treaty for Friendship and Cooperation atau Traktat Indo-Pasifik untuk Persahabatan dan Kerja sama. Gagasan ini dimaksudkan untuk menjamin hubungan perdamaian yang lebih stabil dan damai di kawasan, berdasarkan norma-norma bersama — sebagaimana telah diberlakukan selama ini di kawasan Asia Tenggara melalui Treaty of Amity and Cooperation.
Di Timur tengah, dalam kasus konflik Suriah, Indonesia mendo-rong negara-negara Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB untuk lebih berperan aktif dalam rangka penyelesaian krisis. Saya juga telah berbicara dengan banyak tokoh dunia yang memiliki pengaruh besar bagi penyelesaian konflik Suriah.
Khusus mengenai Palestina, bersama masyarakat internasional lainnya, Indonesia aktif memperjuangkan hak-hak sah bangsa Palestina untuk mendirikan negara yang merdeka dan berdaulat. Kita juga berada di barisan depan dalam memperjuangkan peningkatan status Palestina sebagai anggota penuh PBB dan aktif membantu peningkatan kapasitas menuju negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Beberapa waktu lalu, saya mengirimkan surat terbuka—open letter—kepada para pemimpin dunia agar memiliki sikap dan kesadaran bersama untuk menghentikan aksi kekerasan yang sung-guh tidak proporsional dan tidak berperikemanusiaan oleh Israel atas penduduk Gaza dewasa ini. Indonesia akan terus berjuang bagi kemerdekaan Palestina, berdasarkan konsep dan solusi 2 negara. Two State Solutions.
Indonesia telah menjadi salah satu penyumbang utama dalam misi-misi perdamaian PBB. Peran Indonesia dalam perspektif ini semakin menguat dan terlihat tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga dari segi kualitas personel. Visi Indonesia dalam hal ini adalah menjadikan Indonesia sebagai 10 besar negara penyumbang pasu-kan misi-misi perdamaian PBB.
Indonesia juga telah memberikan kontribusi nyata terhadap agenda pembangunan millennium pasca 2015, melalui peran kita sebagai salah satu Ketua Bersama dari Panel Tingkat Tinggi PBB untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015. Di samping itu, kita juga aktif di berbagai forum multilateral yang berdampak pada kebijakan strategis nasional, seperti forum APEC, WTO, G-20 dan lainnya.
Pemerintah juga telah menyambut baik proses Kongres Diaspora Indonesia di Jakarta tahun lalu, yang menjadi ajang bagi komunitas besar diaspora yang berdarah dan berbudaya Indonesia untuk berkarya dan bersinergi dengan tanah air.
TKI merupakan bagian penting dari diaspora Indonesia, dan perlindungan TKI sebagai pahlawan devisa merupakan prioritas dalam diplomasi Indonesia.
Warga negara Indonesia di luar negeri tidak saja dipengaruhi oleh kerentanan kondisi kerja, namun juga oleh instabilitas politik dan bencana alam. Pada tahun 2013, tidak kurang dari 40.000 WNI di luar negeri telah diselamatkan kembali ke tanah air dari berbagai situasi yang mengancam keselamatannya. Di samping itu, melalui upaya hukum, selama 3 tahun terakhir kita telah menyelamatkan setidaknya 190 orang yang terancam hukuman mati. Perlu saya tegaskan disini bahwa perlindungan WNI khususnya TKI di luar negeri dilaksanakan tidak saja melalui pendampingan hukum, tetapi juga dilakukan sampai pada tingkat tertinggi. Sebagai misal, saya telah beberapa kali melayangkan surat pribadi selaku Presiden RI kepada beberapa kepala negara dan pemerintahan untuk pembebasan, pengurangan atau penundaan hukuman mati bagi WNI.
Pendek kata, diplomasi bebas aktif akan selalu mengabdi pada kepentingan nasional, akan selalu berupaya memajukan perdamaian dan kerja sama internasional, dan akan selalu berjuang melindungi warga kita di luar negeri.
Saudara-saudara,
Untuk melindungi tanah air, disamping melalui diplomasi, kita juga terus meningkatkan pertahanan Indonesia. Memasuki awal 2000, kekuatan pertahanan didominasi oleh alutsista yang berumur tua dan daya gentarnyapun telah menurun jauh. Sementara itu, ke depan, di samping kita harus senantiasa menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, kita juga menghadapi berbagai ancaman keamanan non-tradisional – misalnya bencana alam, bajak laut, terorisme, kejahatan transnasional, serangan cyber, penyelundupan manusia, dan lain sebagainya. Karena itulah, kita melakukan pening-katan dan modernisasi kekuatan pertahanan kita melalui program pembangunan Kekuatan Dasar yang Diperlukan (the minimum essential force), dengan mengedepankan keterpaduan 3 matra, yaitu darat, laut dan udara.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Hari ini, saya berdiri di mimbar yang mulia ini dengan seribu perasaan yang sulit saya lukiskan. Sudah dapat dipastikan, inilah terakhir kalinya saya berpidato di tempat yang terhormat ini sebagai Presiden Republik Indonesia. Walaupun ini adalah pidato yang ke-10, perasaan saya sebenarnya sama dengan sewaktu pertama kali berdiri disini tahun 2005 : penuh semangat dan tekad, untuk berbuat yang terbaik dan memberikan segalanya kepada bangsa dan negara.
Dalam 10 tahun terakhir, saya telah mencoba mendedikasikan seluruh jiwa dan raga untuk Indonesia. Terlepas dari berbagai cobaan, krisis dan tantangan yang saya alami, tidak pernah ada satu menitpun saya merasa pesimis terhadap masa depan Indonesia. Dan tidak pernah satu menitpun saya merasa tergoda untuk melanggar sumpah jabatan dan amanah rakyat kepada saya sebagai Presiden. Tanggung jawab saya pada akhirnya bukanlah kepada partai politik, bukanlah kepada parlemen atau pemerintah atau suatu kelompok, namun kepada Republik, kepada rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada saya, kepada sejarah, dan tentu-nya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dalam kesempatan yang baik ini, ada beberapa refleksi pribadi yang ingin saya sampaikan ke hadapan sidang yang mulia ini, dan juga kepada rakyat Indonesia.
Pertama, jangan pernah lupa bahwa yang paling penting kita bangun adalah sistem – sistem demokrasi, sistem politik, dan sistem ekonomi. Demokrasi kita tidak boleh bergantung pada figur seseorang, namun harus bergantung pada lembaga, pada peraturan, pada hukum dan norma. Sejarah mengajarkan kita, selama sistem itu kuat, maka negara akan kuat, rakyat juga kuat. Tetapi, jika sistem itu lemah dan keropos, demokrasi kita akan kembali labil dan mengalami kemunduran.
Kedua, kita harus menjaga ke-Indonesia-an kita. Perjuangan kita di abad ke-21 tidak lagi menjaga kemerdekaan, namun menjaga ke-Indonesia-an. Tidak ada gunanya kita menjadi semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamendal dan terbaik dari bangsa kita: Pancasila, ke-Bhinnekaan, semangat persatuan, toleransi, kesantunan, pluralisme, dan kemanusiaan. Jika para pendiri bangsa dulu mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, bagi generasi kita kini ke-Indonesia-anlah yang harus kita pertahankan mati-matian. Karena itu pulalah, Pemerintah dengan tegas menolak penyebaran paham sesat ISIS di tanah air karena sangat bertentangan – dan bahkan berbahaya – bagi jati diri kita. Para pemimpin di seluruh tanah air, saya minta untuk tegas mengambil sikap mengenai tantangan ini. Ini adalah ujian bagi kebangsaan kita, ke-Indonesia-an kita. Indonesia adalah negara berketuhanan, bukan negara agama.
Ketiga, kita semua mempunyai tanggung jawab untuk men-cegah agar jangan sampai demokrasi kita menjadi elitis. Reformasi dimulai sebagai gerakan akar rumput, sebagai ekspresi aspirasi rak-yat, yang kemudian dijelmakan dalam sistem politik yang sekarang kita anut. Alangkah malangnya kalau demokrasi tersebut akhirnya kehilangan jiwa kerakyatannya, dan kemudian panggung politik hanya didominasi oleh segelintir elit yang berjiwa transaksional, apalagi bila dicampur dengan nasionalisme yang sempit. Kalau itu terjadi, maka malapetaka akan kembali menimpa Negara yang kita cintai ini. Kita harus terus menjaga agar gravitasi demokrasi Indonesia terus berkisar pada rakyat.
Dan yang keempat, atau yang terakhir, mari kita jaga momen-tum bangsa yang positif dan prospektif ini, yang dengan susah payah kita peroleh. Setelah 69 tahun merdeka, Indonesia telah tam-pil menjadi demokrasi yang besar, ekonomi yang kuat, dan pemain internasional yang disegani, serta dengan masa depan yang menja-njikan. Dunia melihat Indonesia bukan saja sebagai kawan, namun sering pula sebagai rujukan yang positif. Terlepas dari segala permasalahan dalam negeri yang masih kita hadapi, kita bisa membuktikan kepada dunia bahwa di bumi Indonesia, demokrasi, Islam dan modernitas dapat tumbuh bersama; kita bisa menunjuk-kan bahwa konflik dapat diselesaikan secara damai dan demokratis; kita bisa bangkit dari berbagai krisis yang beruntun menerpa kita; dan kita bisa memperlihatkan bahwa bangsa yang majemuk seperti kita juga dapat menjadi bangsa yang rukun.
Ini bukan capaian pribadi saya, bukan pula capaian Pemerintah semata: ini adalah prestasi sejarah bangsa Indonesia. Kita semua wajib menjaga momentum bangsa yang baik ini, dan bahkan meningkatkannya. Jangan lupa, dunia penuh dengan contoh bangsa yang sedang naik daun kemudian tersandung dan jatuh seketika. Jangan sampai hal itu terjadi pada bangsa kita.
Saudara-saudara,
Merupakan kehormatan besar bagi saya untuk menjadi Presi-den Indonesia. Saya adalah anak orang biasa, dan anak biasa dari Pacitan, yang kemudian menjadi tentara, menteri, dan kemudian dipilih sejarah untuk memimpin bangsa Indonesia. Menjadi Presiden dalam landskap politik dimana semua pemimpin mempunyai mandat sendiri, dalam demokrasi 240 juta, adalah suatu proses belajar yang tidak akan pernah ada habisnya. Tentunya dalam 10 tahun, saya banyak membuat kesalahan dan kekhilafan, dalam melaksanakan tugas. Dari lubuk hati yang terdalam, saya meminta maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan itu. Meskipun saya ingin selalu berbuat yang terbaik, tetaplah saya manusia biasa.
Di mimbar yang mulia ini, saya, Susilo Bambang Yudhoyono, juga berjanji untuk membantu siapapun yang akan menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 2014 – 2019, jika hal itu dikehendaki. Ini adalah kewajiban moral saya sebagai mantan Presiden nantinya, dan sebagai warga negara yang ingin terus berbakti kepada negaranya.
Melalui mimbar ini pula, saya mengucapkan selamat kepada Presiden terpilih yang nanti akan disahkan oleh Mahkamah Konsti-tusi. Tahun depan, Presiden kita yang baru akan memberikan pidato kenegaraannya di mimbar ini. Saya mengajak segenap bangsa Indo-nesia, marilah kita bersama-sama mendengarkannya, dan mendu-kung beliau untuk kebaikan dan kemajuan negeri ini.
Saya juga mempunyai mimpi dan harapan yang indah, yaitu terbangunnya budaya politik yang luhur dimana para pemimpin Indonesia saling bahu membahu, saling membantu, dan saling mengingatkan demi masa depan Indonesia. Saya yakin itulah yang didambakan oleh rakyat Indonesia, dan itulah yang harus kita berikan dengan ikhlas kepada mereka.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota DPR RI dan DPD RI yang saya hormati.
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Akhirnya, saya atas nama pribadi dan keluarga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada jajaran pemerintahan dan seluruh rakyat Indonesia atas dukungan dan partisipasi saudara-saudara, dalam mewujudkan agenda-agenda pembangunan dalam sepuluh tahun terakhir ini. Secara khusus kepada saudara-saudara yang mengabdi di daerah-daerah terpencil, pulau-pulau terdepan, pegunungan, dan perbatasan negara, terima kasih atas pengabdian saudara-saudara yang melebihi panggilan tugas.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, melimpahkan rahmat, karunia, dan ridho-Nya kepada kita semua, dalam membangun bangsa dan negara kita, menjadi bangsa yang besar, maju, adil, sejahtera, dan bermartabat.
Dirgahayu Republik Indonesia!
Terima kasih,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 15 Agustus 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PROF. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO