Manfaat Pranata Mangsa Bagi Kehidupan Masa Kini
Tidak banyak yang tahu apa itu Pranata Mangsa jika bukan keturunan Orang Jawa yang kental dengan budaya leluhur, bahkan sekarang Pranata mangsa sendiri sudah banyak ditinggalkan. Lalu apa arti Pranata Mangsa itu? Pranata Mangsa atau aturan waktu musim biasanya digunakan oleh para petani pedesaan, yang didasarkan pada naluri saja, dari leluhur yang sebetulnya belum tentu dimengerti asal-usul dan bagaimana uraian satu-satu kejadian di dalam setahun.
Ada banyak versi tentang awal perhitungan Pranata Mangsa di masyarakat Jawa jaman dahulu, ada yang bilang dimulai tahun 1856, saat kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono VII, yang memberi
patokan bagi para petani agar tidak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai tanggal 22 Juni 1856, dengan urut-urutan :
Kasa, mulai 22 Juni, berusia 41 hari. Para petani membakar dami yang tertinggal di sawah dan di masa ini dimulai menanam palawija, sejenis belalang masuk ke tanah, daun-daunan berjatuhan. Penampakannya/ibaratnya : lir sotya (dedaunan) murca saka ngembanan (kayu-kayuan).
Karo, mulai 2 Agustus, berusia 23 hari. Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga, tanah mulai retak/berlubang. Penampakannya/ibaratnya : bantala (tanah) rengka (retak).
Katiga, mulai 25 Agustus, berusia 24 hari. Musimnya/waktunya lahan tidak ditanami, sebab panas sekali, yang mana Palawija mulai di panen, berbagai jenis bambu tumbuh. Penampakannya/ibaratnya : suta (anak) manut ing Bapa (lanjaran).
Kapat, mulai 19 September, berusia 25 hari. Sawah tidak ada (jarang) tanaman, sebab musim kemarau, para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gaga, pohon kapuk mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bertelur. Penampakannya/ibaratnya : waspa kumembeng jroning kalbu (sumber).
>Kalima, mulai 14 Oktober, berusia 27 hari. Mulai ada hujan, selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asem mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar. Penampakannya/ibaratnya : pancuran (hujan) emas sumawur (hujannya)ing jagad.
Kanem, mulai 10 Nopember, berusia 43 hari. Para petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, banyak buah-buahan (durian, rambutan, manggis dan lain-lainnya), burung blibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair. Penampakannya/ibaratnya : rasa mulya kasucian (sedang banyak-banyaknya buah-buahan).
Kapitu, mulai 23 Desmber, usianya 43 hari. Benih padi mulai ditanam di sawah, banyak hujan, banyak sungai yang banjir. Penampakannya/ibaratnya : wisa kentar ing ing maruta (bisa larut dengan angin, itu masanya banyak penyakit).
Kawolu, mulai 4 Pebruari, usianya 26 hari, atau 4 tahun sekali 27 hari. Padi mulai hijau, uret mulai banyak. Penampakannya/ibaratnya : anjrah jroning kayun (merata dalam keinginan, musimnya kucing kawin).
Kasanga, mulai 1 Maret, usianya 25 hari. Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara. Penampakannya/ibaratnya : wedaring wacara mulya ( binatang tanah dan pohon mulai bersuara).
Kasepuluh, mulai 26 Maret, usianya 24 hari. Padi mulai menguning, mulai panen, banyak hewan hamil, burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Penampakannya/ibaratnya : gedong minep jroning kalbu (masa hewan sedang hamil).
Desta, mulai 19 April, berusia 23 hari. Seluruhnya memane n padi. Penampakannya/ibaratnya: sotya (anak burung) sinara wedi (disuapi makanan).
Saya, mulai 12 Mei, berusia 41 hari. Para petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung. Di sawah hanya tersisa dami. Penampakannya/ibaratnya : tirta (keringat) sah saking sasana (badan) (air pergi darisumbernya, masa ini musim dingin, jarang orang berkeringat, sebab sangat dingin).
Manfaat Pranata Mangsa
pada umumnya masyarakat dipedesaan sejak dahulu telah mengenal dan menggunakan isyarat alam (Pranata Mangsa) sebagai acuan menetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan aktivitasnya.
Diera modernisasi, cara-cara masyarakat tersebut telah dipandang sebagai nilai-nilai tradisional yang kian tersingkir dan penggunaannya makin menyempit.
Gejala alam tersebut perilaku fauna dan perkembangan flora dapat dijadikan suatu isyarat atau pertanda dimulainya atau diakhirinya suatu kegiatan . Selain itu, gejala alam yang diamati dapat menjadi acuan apakah suatu kegiatan menghadapi pantangan atau sebaliknya
Secara umum, terdapat 3 (tiga) indikator alam yang menjadi patokan penetapan waktu tradisional dalam pranata mangsa, yaitu :
Gejala alam (bintang)
Prilaku fauna (binatang)
Perkembangan tumbuh-tumbuhan (flora)
Mengurai Pranata Mangsa Secara Meteorologis
Kalender pranata mangsa dikenal baik di kalangan petani di Jawa terutama sebagai panduan bercocok tanam. Beberapa contohnya adalah memindahkan bibit padi paling baik dilakukan pada musim (mangsa) kelima. Untuk memanen padi paling baik dilakukan pada mangsa kedelapan. Sedangkan menanam palawija dilakukan pada mangsa ketiga.
Pranata mangsa berisi 12 bulan dengan umur berkisar antara 23–43 hari. Selain umur, tiap mangsa diberi penjelasan berupa indikator gejala-gejala alam yang terjadi pada mangsa tersebut, serta rasi bintang. Misalnya mangsa ke-1 dimulai 22 Juni, dengan indikator ”sotya murca saka embanan” yang ditafsirkan dedaunan berguguran.
Pranata mangsa merupakan pengetahuan tradisional. Penulis buku ini mengingatkan bahwa sesuatu yang tradisional tidak harus ditinggalkan. Justru perlu dipahami dan dikaitkan dengan pengetahuan modern. Selain memahami kearifan lokal, perlu dilakukan upaya untuk membuat penelitian yang berkesinambungan dari masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Oleh karenanya, penulis yang pakar meteorologi menuliskan hasil disertasinya dalam bentuk buku ini.
Buku setebal 85 halaman ini mengupas tuntas kaitan pranata mangsa dengan unsur-unsur meteorologis. Analisis yang dilakukan mendasarkan pada data 10 tahun (1979/1980 – 1988/1989) serta data primer dan sekunder dari Boyolali, Klaten dan Jembrana. Analisis yang dilakukan antara lain tentang keberadaan pranata mangsa dan faktor yang mempengaruhi; kesamaan pranata mangsa dengan agihan unsur-unsur meteorologi; dan kesesuaian indikator masing-masing mangsa dengan unsur-unsur meteorologis.
Hasilnya menunjukkan bahwa sampai batas tertentu pranata mangsa mengikuti agihan unsur-unsur meteorologis. Penentuan indikator masing-masing mangsa sebagian besar mempunyai kesamaan dengan keadaan unsur-unsur meteorologisnya (terutama curah hujan dan suhu). Pranata mangsa paling banyak dimanfaatkan sebagai pedoman bercocok tanam. Selain pranata mangsa, sebenarnya penulis juga membahas tentang wariga di Bali. Wariga adalah kumpulan penjelasan hari baik dan buruk untuk melakukan suatu kegiatan. Namun porsi pembahasan tidak sebanyak pranata mangsa.
Percaya atau tidak hal indah tentang budaya kita adalah arif dan juga santun